Puty P

(Lagi-Lagi) Soal Mengucapkan Selamat Natal

Setiap menjelang Hari Natal pasti selalu ada diskusi, perdebatan, peringatan, kontroversi mengenai ucapan selamat Hari Natal bagi umat Islam. Tentu tahun ini ada orang-orang di lingkungan saya yang ‘keras’ memperingatkan teman-teman Muslim untuk tidak ikut-ikutan merayakan atau mengucapkan selamat Hari Natal, mengutip dalil-dalil, menyoal tauhid, membawa akidah, dll. Post ini bukan untuk mencounter atau membuat justifikasi ini itu soal ini. As for me, saya bukan pluralis agama, karena dasarnya jelas di Surah Al-Kafirun. Saya juga bukan penganut Islam liberal. Untuk ilmu agama Islam sendiri saya masih harus banyak belajar, namun saya adalah orang yang sangat percaya bahwa Islam adalah Rahmatan ‘Lil Alamin, blessing for all, for humankind. I also deeply believe that despite mentioning war and Qisas, Islam is related to safeness and peace.

Kembali soal Natal. The thing is, my mom used to be an Adventist Christian dan keluarga dari pihak ibu saya banyak yang merayakan Natal. Teman dan sahabat saya pun banyak yang merayakan Natal. Dari kecil saya selalu ada dalam keragaman. Hari Natal bagi yang merayakan adalah sebuah kebahagiaan, keceriaan, kumpul bersama keluarga, merasakan damai di hati, makan-makanan enak, dekorasi yang cantik, diskon akhir tahun, siapa yang tidak bahagia? Menurut saya adalah hal yang sangat manusiawi ketika kita ikut bahagia melihat orang lain bahagia, apalagi saudara dan sahabat-sahabat sendiri. Apapun makna hari Natal bagi mereka yang merayakan, I’m simply and deeply happy to see the others happy. I’m always happy that I’d like to scram, “It’s so great to see you happy on Christmas Day!” Apa saya harus ikut merayakan dengan topi Santa Claus atau ikut menghias rumah dengan pohon Natal? Tidak. Apa saya harus ikut bernyanyi Ave Maria atau menyalakan lilin? Tidak. Apa saya tidak boleh belanja Christmas Sale 70%? Ya menurut saya kalau butuh sih belanja saja, memang kenapa? Hehehe :P

Kadang diskusi dan perbedaan pendapat seperti ini suka membuat rasa tidak nyaman dalam diri saya. Kadang pada diskusi dengan sesama Muslim, I feel hurt and discomfort, apalagi kalau sudah mulai merasa ‘dituduh’ dan ‘disudutkan’ tidak mau ikut dalil dan hujjah. Apalagi kalau sudah bawa-bawa “… Sama-sama membenci sesuatu karena Allah SWT.” Ya, mungkin tingkat keimanan saya belum sampai, terserah Anda menilai, tapi kalau sampai harus membenci sesama hanya karena perbedaan agama, saya tidak bisa.

Tanpa menyepelekan atau mengecilkan persoalan akidah yang diangkat, kadang saya pikir perkara semacam mengucapkan Selamat Natal ini terlalu dan selalu dibesar-besarkan, membuat rasa tidak enak antar umat beragama, seolah-olah hanya itu persoalan Umat Islam. Menurut saya silakan menyampaikan apa yang dirasa benar, tapi apakah dari tahun ke tahun, Desember ke Desember perdebatan kita hanya akan berputar di situ-situ saja? Personally saya lebih tertarik diskusi soal pendidikan atau pembentukan karakter generasi berikutnya or… umm… what about anything that makes world a better place?

Akhir kata, I can’t make everyone happy and I don’t need everyone to agree with me. I don’t need to agree with everyone. I don’t need to agree to respect or love someone. I simply respect everyone as human being. I respect their way of life, their choice, as much as I respect mine.

Peace be with you and the mercy of God and His blessings.

  • Love
  • Save
    Add a blog to Bloglovin’
    Enter the full blog address (e.g. https://www.fashionsquad.com)
    We're working on your request. This will take just a minute...